Rapat kerja HMKI (Himpunan Mahasiswa Kearsipan Indonesia) yang diselenggarakan di Jogja pada 26 September Tahun 2017. Foto Dokumentasi Himadika |
Organisasi kemahasiswaan mempunyai andil yang besar bagi mahasiswa untuk
membangun kerangka berpikirnya. Sebagai salah satu mahasiswa kearsipan, saya
merasakan benar bagaimana kerangka berpikir saya tentang dunia kearsipan mulai
terbangun, entah itu karena doktrin yang tertanam di organisasi ataupun karena
kesadaran pola pikir saya sendiri. Berbicara tentang doktrin dan juga pemula
yang baru memasuki dunia organisasi, sasaran yang empuk bukan? pertanyaan ini
bukan mengarah pada konotasi yang negatif tentang organisasi kemahasiswaan,
hanya mencoba menegaskan kembali bahwa nilai-nilai yang tertanam di organisasi
sedikit banyak bisa mempengaruhi pola pikir anggotanya.
Di organisasi mahasiswa kearsipan, saya jadi sedikit mengetahui bahwa tidak
setiap hal di kearsipan bermula dari suatu titik yang sama dan juga memiliki
tujuan akhir yang sama. Akademisi, praktisi, dan pemerintah, mereka saling
melengkapi namun tidak selalu saling berjalan beriringan. Selama di
organisasi, saya merasa terlalu sering pandangan salah satu pihak saja yang
diunggulkan, hingga membuat saya jadi berpikir bahwa pihak lain berada di
jalur yang salah. Namun seiring berjalannya waktu, saya jadi mempertanyakan
kembali apakah kerangka berpikir saya tentang kearsipan selama ini sudah
benar? Saya yakin banyak orang yang idealis dan berkompeten di bidang
kearsipan saat ini, namun ketika memasuki dunia kerja mereka seolah mengikuti
arus. Padahal bukan, mereka bukan sedang mengikuti arus, mereka hanya mencoba
menyeimbangkan banyak kepentingan yang jika disatukan akan sangat rumit.
Ketika kita masih menjadi mahasiswa, rasanya mudah sekali bukan mengkritisi
banyak hal? namun ketika kita sudah menjadi bagian dari pelaku pelayanan
masyarakat itu sendiri,, kita akan sadar bahwa banyak sudut pandang lain yang
perlu kita pelajari dan pertimbangkan. Semakin luas lingkup kita di
masyarakat, semakin besar pula hambatan yang akan kita hadapi untuk dapat
menyeimbangkan antara teori, praktik, dan juga kebijakan pemerintah. Idealnya,
organisasimahasiswa kearsipan bisa menjadi pemantik yang baik untuk membangun
kerangka berpikir yang sehat tentang kearsipan, bukan memaksa kita untuk
memihak melalui satu sudut pandang saja.
Hingga saat ini, saya sampai pada kesimpulan bahwa, kerangka berpikir kita
ditentukan oleh bagaimana cara kita melihat. Tindakan yang kita lakukan dan
ucapan yang kita katakan, semua tergantung dengan bagaimana cara kita melihat.
Untuk melihat dengan baik, kita butuh sesuatu yang dinamakan dengan ilmu, dan
juga pengalaman. Organisasi kearsipan hanyalah satu di antara banyak wadah
yang dapat membantu kita untuk mencari ilmu dan pengalaman tersebut, bukan
untuk menentukan arah hidup dan pilihan kita.
Ah, mudah sekali rasanya berkata-kata ketimbang mewujudkannya menjadi sebuah
tindakan. Tapi tak apa, setiap orang punya peran dan porsinya masing-masing.
Jika yang saat ini bisa kita lakukan adalah menulis,maka menulislah. Seperti
kata Pram, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis,
ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian.” (Rumah Kaca, hal. 352, Pramoedya Ananta Toer).
Ditulis oleh Yulia Nur Adiningsih