Merangkai Makna Dari Komunikasi Yang Diarsipkan


Sebuah pesan yang ditulis pada cover Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, foto oleh Abida Ainun Nuha. 


Setiap orang pasti punya arsip yang berkesan dalam kehidupan pribadinya, entah itu surat cinta, puisi dan catatan lainnya. Kesan yang membekas pada arsip pribadi muncul tidak hanya karena gaya tulisan, gambar, format tulisan, namun juga mencakup warna kertas, tekstur kertas, tekstur alat tulis dan bahkan aroma. Selain meninggalkan kesan, detail-detail sederhana itu juga punya pengaruh besar terhadap bagaimana si penerima menafsirkan bentuk makna yang terangkum dalam arsip itu. Maka komunikasi yang diarsipkan merupakan salah satu cara untuk memahami dan menafsirkan bagaimana sebuah makna dapat diwujudkan dalam sebuah materi atau objek fisik.

Dalam hal ini, materi, teknologi, dan pilihan desain sebagai kebutuhan untuk berkomunikasi di dalam konteks nilai sosial-budaya kontemporer adalah bagian dari suatu catatan sejarah, serta pilihan masa lalu dan masa kini pencipta dan penerima yang memungkinkan memiliki dampak signifikan pada interpretasi masa depan dari sebuah objek fisik. Catatan dibuat oleh seseorang sebagai sarana berkomunikasi dengan masa depan, baik secara langsung atau lebih jauh.

Tom Nesmith- University of Manitoba (Spring/Summer 2002), mengatakan bahwa pemahaman kita tentang realitas sangat kuat dibentuk oleh bentuk-bentuk khusus dan media komunikasi dimana kita berada dan tenggelam di dalamnya, dengan upaya untuk mengirimkan ide dan pengalaman dengan siapa yang kita tuju, meskipun dengan semua itu bentuk ekspresi sebuah komunikasi masih terbatas dan dapat bermakna bias.

Sehubungan dengan ungkapan tersebut, konteks arsip secara pribadi bukan sepenuhnya digunakan sebagai bukti tindakan atau fakta dalam arti historis, tetapi untuk melihat karakter dan narasi diri yang telah mengisi hidup seseorang atas keterlibatan komunikasi yang lebih dalam dan pemahaman tentang pengalaman masa lalu. Arsip dapat berkontribusi ke memori melalui indera dengan kedekatan yang unik antara satu orang dan orang yang lainnya. 

Terlepas dari situasi kondisi dan karakter seseorang, sarana komunikasi, media, dan bentuk, juga dapat memberikan pengaruh untuk menunjukkan keadaan atau sikap emosional seseorang. Bagaimana seseorang tersebut bersikap dan memahami konten dalam konteksnya. Selain itu, kemampuan dan pengetahuan dalam mengarsipkan sebuah komunikasi, akan memberikan pengaruh besar dalam menciptakan hubungan timbal balik antar orang dan antar hal pada sebuah wujud catatan komunikasi.

Tak dapat dipungkiri bahwa komunikasi dan budaya memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Budaya komunikasi verbal (lisan dan tulisan) dengan diikuti oleh bentuk komunikasi nonverbal (bahasa isyarat) merupakan suatu petunjuk untuk membaca, memahami dan menguraikan sebuah pesan. Seseorang akan kehilangan bagian dari komunikasi jika hanya sekedar membaca tanpa usaha memahami dan memaknainya. Selain menjembatani antara masa kini dan masa lalu, arsip juga memberikan akses untuk berkomunikasi dengan kenangan melalui fragmen pengalaman masa lalu yang telah dibekukan menjadi ‘situs’.

Jika seseorang membuat surat dan menyertakan sebuah ‘Novel Ronggeng Dukuh Paruk’ bisa jadi novel tersebut telah disepakati menjadi sebuah situs komunikasi antar hubungan untuk sebuah kenangan. Konteks surat sebagai komunikasi utama, serta esensi novel sebagai ungkapan untuk menyelami komunikasi lebih dalam. Terlepas dari apa isi di dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk tersebut. 

Permasalahannya terjadi ketika materi di dalam objek fisik hanya dianggap sebagai ornamen dan dianggap tanpa maksud, sehingga stigma kian berubah bahwa semua media komunikasi bermakna sama sebagai dasar dari hubungan antar orang dan antar hal. Proses interaksi dan komunikasi antar orang dilihat sebagai sebuah produk sosial dan diproduksi melalui berbagai media tanpa batasan hingga tanpa rasa dan kehilangan makna.

Jika orang-orang menyadari mereka hidup dan suatu hari akan mati hingga tidak ada makna yang dijadikan pegangan, mereka telah mengalami ketakutan, Gaarder, Jostein- 1996:493.

Unsur cipta, rasa, karsa, karya, dalam konteks pemaknaan lebih sempit dapat direfleksikan untuk menambah daya keragaman dalam memahami dan memaknai konten dalam konteks mencipta arsip maupun komunikasi di dalamnya. Secara singkat dapat dikatakan, cipta berarti keinginan menciptakan sesuatu. Daya visualisasi atau daya cipta terhadap keinginan itu. Rasa atau merasakan sesuatu yang tercipta dalam pikiran, karena rasa bisa jadi akan sangat berpengaruh terhadap makna yang dimaksudkan. Karsa atau upaya mewujudkan, sehingga berbentuk, disentuh dan berdaya guna, sehingga media itu tercipta. Karya, sebagaimana objek fisik dapat disampaikan sebagai wujud dari unsur-unsur sebelumnya. 

Melalui catatan, komunikasi dapat menjadi sebuah kisah, bagaimana seseorang akan melihat dan menyikapi kesempatan sebagai bagian dari romantika perjalanan catatan masa depan, sehingga dapat dibuka kembali wujud sebuah kenangan sebagai refleksi sebuah narasi diri.


Foto dan Tulisan oleh Abida Ainun Nuha/Arsiparia.

0 komentar