Mencoba Memahami Arsip Keluarga

Seorang anak keturunan Tionghoa menunggu sanak saudaranya yang berkunjung di rumahnya saat perayaan Imlek 2017. Momen ini menjadi waktu yang pas untuk saling mengunjungi keluarga dan kerabat guna mempererat tali persaudaraan. Kebiasaan seperti ini masih dilestarikan oleh warga keturunan Cina Benteng di kampung Sewan, Neglasari, Tangerang. 29 Januari 2017. Foto oleh Rahmad Azhar H

Undang-undang tentang Kearsipan tidak menyebutkan secara implisit apa itu arsip keluarga. Komponen terkecil pencipta arsip adalah perseorangan, tetapi untuk menyimpulkan bahwa arsip keluarga adalah kumpulan dari arsip perseorangan masih sangat jauh dari pemahaman arsip keluarga yang ideal.

Arsip keluarga memiliki intepretasi yang rumit bagi masyarakat. Pengarsipan yang bebas dari klaim apakah arsip yang dikelola benar-benar sesuai dengan kaidah kearsipan atau cukup dengan asas fungsi yang nyata sebagai rekaman memori. Kecenderungan masyarakat mengartikan arsip lebih personal dan sentimental dibandingkan retorika arsip penting. Hal ini yang membuat arsip keluarga lebih rumit dalam konteks klaim atas definisinya.

Setiap kegiatan dapat menghasilkan memori. Sebungkus rokok bisa saja memiliki rekaman informasi yang hanya dipahami oleh pencipta informasi di dalamnya. Bayangkan apabila sebungkus rokok tersebut menemani pemiliknya dalam saku celana ketika sedang melamar perempuan pujaan hati. Secara sederhana dapat dipahami kegiatan yang dilakukan pemilik bungkus rokok adalah melamar perempuan. Sebungkus rokok tersebut mungkin tidak berubah bentuk, tetapi telah tercipta memori di dalamnya sebagai rekaman kegiatan.

Ketika pemilik kembali melihat bungkus rokok tersebut setelah meminang pujaan hatinya maka akan kembali hadir memori yang pernah tercipta. Hal ini bisa dianalogikan seperti bungkus rokok sebagai hard disk dan bahasa cinta sebagai datanya. Arsip keluarga dan bungkus rokok adalah salah satu contoh rumit dan sentimentalnya arsip keluarga dengan berbagai pemaknaan yang bebas tanpa klaim.

Pola pengarsipan arsip keluarga yang mengutamakan asas penyelamatan segala bentuk memori sebelum asesmen arsip menciptakan pemaknaan baru yang sangat dekat dan akrab. Bahkan dalam masyarakat pola tersebut selalu mewakili memori akar rumput. Pemaknaan ini jauh dari serampangan karena berdasarkan kerja nyata yang sudah dilakukan.

Domain pengelolaan arsip keluarga mencakup ranah personal dan privat yang membuat perlakuannya lebih dari sekedar orientasi kebendaan saja. Informasi yang terekam biasanya ikut merekam berbagai emosi dan rasa yang kemudian menjadi memori kolektif keluarga.

“family papers, n. ~ Records created or collected by a group of individuals who are closely related by ancestry and relating to their personal and private affairs” (Richard Pearce-Moses, 2005:161)

Lebih lanjut Richard Pearce-Moses memberikan catatan bahwa arsip keluarga dapat menjangkau beberapa generasi. Hal ini dapat membantu memahami bagaimana arsip keluarga menjadi warisan yang cenderung dikurasi dengan baik secara kronologis.

Apakah keluargamu termasuk keluarga yang memajang foto kakek dan nenek di ruang tamu? Pernahkah kamu membayangkan fotomu akan dipamerkan sebagai warisan oleh generasi setelahmu? Saya mencoba menelaah pola tersebut dan melihatnya dalam keluarga. Pola tersebut ternyata tidak hanya menjaga warisan dalam bentuk fisik tetapi juga nilai-nilai keluarga yang terekam apik dalam arsip keluarga.

Selain arsip-arsip yang absurd, arsip keluarga dapat diidentifikasi secara lugas sesuai dengan kaidah kearsipan seperti Kartu Keluarga, Sertifikat Tanah, Ijazah, KTP, dan sebagainya. Pemaknaan arsip tersebut sebenarnya memudahkan pegiat kearsipan dalam merumuskan kebutuhan pengarsipan keluarga yang mendasar. Hanya saja tren kerja pengarsipan masih berorientasi pada regulasi yang nihil indeks kebutuhan masyarakat.

Berbicara lebih lanjut tentang arsip keluarga, sebenarnya secara naluri kita selalu menjaga arsip tersebut sebagai keutuhan identitas. Dikotomi antara arsip keluarga yang berorientasi pada jenis tekstual dengan arsip ephemera atau lainnya cenderung mengaburkan identitas yang dimaksud. Sebagai contoh untuk mengenal sosok ibu kita tidak bisa hanya sebatas membaca akta kelahiran atau ktp saja, identitas ibu harus dikenal secara utuh dengan seluruh arsip yang tercipta bersamanya.

Sebenarnya kesadaran seberapa penting arsip keluarga berbanding lurus dengan pengalaman batin keluarga itu sendiri. Kasus lain dapat memunculkan motivasi individu dalam keluarga untuk menganggap arsip tidak penting ketika ada hal-hal traumatik yang dialami dalam keluarga. Sikap menolak identitas ini menjadi wacana yang lebih rumit dan tidak bisa disamaratakan dengan keluarga lain, sehingga perlu adanya pendekatan batin yang kompleks untuk sekedar memahami seberapa penting arsip.

Secara personal kondisi tersebut membantu untuk memahami bagaimana sulitnya menerjemahkan secara utuh arsip keluarga yang tidak beririsan langsung. Arsip begitu melekat pada kondisi faktual siapa pemilik dan penciptanya, untuk menggambarkan siapa yang terlibat didalamnya. Saya tidak akan lebih baik memahami arsip keluarga tetangga saya daripada pemilik arsip itu sendiri. Hal ini menjadi alasan mengapa arsip keluarga begitu personal dan sentimental dengan atau tanpa klaim bahwa arsip itu penting.


Ditulis oleh Afrianda Setyawan/Arsiparia.

0 komentar