After the 86th Stroke - By kinski.kinski.kinski x Arsiparia x EkaHindra

Karya instalasi digital After the 86th Stroke, Synchronize Fest X tahun 2025 yang berlangsung di JIExpo Kemayoran. Foto oleh Rahmad Azhar Hutomo.

Di antara cadas dan pecahnya Synchronize Fest X 2025 di JIExpo Kemayoran yang berlangsung pada 3, 4, 5 Oktober 2025, sebuah instalasi digital After the 86th Stroke menyelinap dengan sunyi namun tajam. Karya ini membisikkan sejarah yang selama ini dibungkam, jeritan yang disublim dalam cahaya, dan detak yang menuntut kita untuk mendengar kembali dengan hati yang utuh. Di balik ketukan yang berulang seperti denyut nadi terakhir, kita diajak menyimak wajah-wajah yang pernah dipaksa bungkam, para perempuan yang dijadikan budak seks militer Jepang dikenal dengan sebutan “ianfu”.

Potongan-potongan poster propaganda dan visual perang diputar berulang seiring irama enigmatik yang menyuarakan kembali kehadiran wajah-wajah korban yang selama ini terhapus dari kesadaran kolektif. Instalasi ini menjadi ruang pengalaman yang mengalih media visual menjadi suara. Tiap potongan visual mengandung tubuh. Ritne keduanya seolah menggugat, akankah kita tetap lupa?


Penampilan musik oleh @ramaputratantra dan @san_gondez dalam instalasi digital After the 86th Stroke pada Synchronize Fest X tahun 2025 di JIExpo Kemayoran. Difoto oleh Rahmad Azhar Hutomo.


Program ini merupakan bagian dari OkeVideo! dalam perayaan ruru25 Poros Lumbung, menandai seperempat abad ruangrupa. OK.Video! melalui program arsipnya yang terus berkembang, menghadirkan kembali koleksi sejak 2003, serta dua proyek kolaboratif Low End Theory dan Get Raw Lab. Bersama ARSIPARIA, riset arsip tentang “ianfu” yang telah dimulai sejak awal 2023 dirumuskan ulang dalam bentuk performatif dan visual, melibatkan seniman muda seperti San Gondez, Rama Putra, dan Aldooink, menghubungkan luka lama dengan bahasa hari ini.

EkaHindra, sebagai narator dan peneliti yang selama lebih dari dua dekade mengumpulkan kesaksian para penyintas “ianfu”, menyisipkan kehadirannya secara halus namun tajam. Dalam karya ini, suaranya bukan hanya narasi, ia adalah penjaga ingatan, saksi sunyi yang tak ingin sejarah ini kembali dikubur oleh kealpaan kolektif.

Suasana Pengunjung di karya instalasi digital After the 86th Stroke, Synchronize Fest X tahun 2025 yang berlangsung di JIExpo Kemayoran. Foto oleh Rahmad Azhar Hutomo.


Instalasi ini bukan museum. Ia hidup. Ia bernafas bersama kita yang menyaksikannya. Di tengah gemuruh festival, After the 86th Stroke berdiri sebagai peringatan dan ajakan, bahwa arsip bukan benda mati, melainkan tubuh yang menuntut dibaca. Bahwa sejarah bukan catatan di masa lalu, melainkan gema yang selalu bisa hadir kembali jika kita memilih untuk diam.


Ditulis oleh Abida Ainun Nuha
Editor oleh Muhammad Naziful Haq



0 komentar